Husni Mubarak Takut dengan Pengaruh Iran
Foto : Mantan Presiden Mesir Husni Mubarak (zimbio)
KAIRO - Mantan Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed
Aboul-Gheit menjelaskan alasan, mengapa Mesir di era kepemimpinan Husni
Mubarak enggan untuk membangun hubungan diplomatik dengan Iran. Menurut
Gheit, hal itu disebabkan karena Mubarak tidak ingin pengaruh Iran
masuk ke Mesir.
"Kita memantau bagaimana Iran menyebarkan pengaruhnya melalui institusi-institusi Syiah lewat kedutaan-kedutaan besar kita di negara Afrika. Mereka juga mendukung negara-negara itu dengan dana," ujar Gheit, seperti dikutip Al Arabiya, Rabu (20/2/2013).
Gheit memandang institusi-institusi yang dikelola Negeri Persia itu sebagai institusi yang dapat membahayakan keamanan nasional Mesir. Bahaya itu dapat berupa demonstrasi massal yang menyebabkan kerusuhan.
Pada 2005 silam, Mubarak hadir dalam sebuah pertemuan di Jeddah, Arab Saudi. Gheit mengatakan pada Mubarak bahwa Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ingin bertemu dengannya. Namun Mubarak menolak pertemuan itu.
"Mubarak datang di pertengahan sesi pertemuan dan pergi secepatnya hanya untuk menghindari pertemuan dengan Presiden Iran," papar Gheit.
Gheit juga menyinggung mantan Presiden Iran Mohammad Khatami yang dipandang lebih moderat ketimbang Ahmadinejad. Ketika bertemu Mubarak, Khatami dinilai meninggalkan kesan yang baik. Kedua pejabat itupun sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateralnya.
"Mubarak ingin, utusanya yang dikirim ke Iran adalah seorang politisi yang berpengalaman, yang sangat paham mengenai sejarah dan konflik regional Iran," tutup Gheit.(AUL).
"Kita memantau bagaimana Iran menyebarkan pengaruhnya melalui institusi-institusi Syiah lewat kedutaan-kedutaan besar kita di negara Afrika. Mereka juga mendukung negara-negara itu dengan dana," ujar Gheit, seperti dikutip Al Arabiya, Rabu (20/2/2013).
Gheit memandang institusi-institusi yang dikelola Negeri Persia itu sebagai institusi yang dapat membahayakan keamanan nasional Mesir. Bahaya itu dapat berupa demonstrasi massal yang menyebabkan kerusuhan.
Pada 2005 silam, Mubarak hadir dalam sebuah pertemuan di Jeddah, Arab Saudi. Gheit mengatakan pada Mubarak bahwa Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ingin bertemu dengannya. Namun Mubarak menolak pertemuan itu.
"Mubarak datang di pertengahan sesi pertemuan dan pergi secepatnya hanya untuk menghindari pertemuan dengan Presiden Iran," papar Gheit.
Gheit juga menyinggung mantan Presiden Iran Mohammad Khatami yang dipandang lebih moderat ketimbang Ahmadinejad. Ketika bertemu Mubarak, Khatami dinilai meninggalkan kesan yang baik. Kedua pejabat itupun sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateralnya.
"Mubarak ingin, utusanya yang dikirim ke Iran adalah seorang politisi yang berpengalaman, yang sangat paham mengenai sejarah dan konflik regional Iran," tutup Gheit.(AUL).