Penting Meluruskan Kembali Cara Berpikir Masyarakat tentang Pendidikan
Hidayatullah.com--Peran pendidikan tidak akan mampu mencetak manusia yang baik jika nilai agama selalu dikesampingkan. Demikian penjelasan Professor Dr Wan Mohd Wan Daud, Diirektur Center for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS), Universiti Teknologi Malaysia (UTM).
Wan Daud, demikian ia akrab dipanggil menilai saat ini tidak ada ruang pendidikan di dunia yang tidak bersentuhan dengan agenda Yahudi.
Menurutnya, teori-teori pluralisme dan gagasan rekonstruksi ajaran agama adalah bukti jelas misi-misi Yahudi dalam pendidikan.
"Akhirnya banyak orang mahir bermain dengan akal pikirannya tapi mereka kehilangan ilmu tentang keberadaan Tuhan yang sebenarnya," jelasnya dalam diskusi "Konsep Pendidikan Tinggi Ideal dalam Islam" di Islamic Center AQL Tebet, Jakarta, Rabu (19/02/2013) kemarin.
Bagi Wan Daud, sangat penting untuk meluruskan kembali cara berpikir masyarakat tentang pendidikan. Ia menjelaskan konsep modernisasi yang membuat pendidikan terfokus pada target-target lapangan pekerjaan adalah tidak tepat.
Jika pendidikan hanya terfokus pada tanggung jawab materialisme wajarlah banyak orang pintar justru menjadi koruptor. Ia menambahkan, pada dasarnya kebutuhan orang akan status sarjana bukanlah tujuan dari pendidikan itu sendiri.
"Inilah kesalahan ketika pendidikan agama hanya menjadi sebuah kebutuhan rekreasi spiritual semata," tambahnya.
Dari situ, kata Wan Daud, perlu ada perubahan cara berpikir masyarakat terhadap pendidikan agama. Selama ini ia melihat, jurusan-jurusan seperti ekonomi, politik, biologi dan pendidikan umumnya dinilai lebih bergengsi dibandingkan fakultas agama seperti syariah dan tarbiyah.
Padahal menurutnya, sosok-sosok ilmuwan Islam seperti Ibnu Batutah, Al Khawarijmi, Ibnu Sina dan penemu-penemu dasar ilmu pengetahuan lainnya berangkat dari dasar ilmu agama yang kuat.
"Itulah kenapa pendidikan pertama yang harus kita tanamkan pada anak-anak kita justru pendidikan agama bukan yang lain," tambahnya lagi.*
Pendidikan pertama yang harus ditanamkan pada anak-anak justru agama |
Hidayatullah.com--Peran pendidikan tidak akan mampu mencetak manusia yang baik jika nilai agama selalu dikesampingkan. Demikian penjelasan Professor Dr Wan Mohd Wan Daud, Diirektur Center for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS), Universiti Teknologi Malaysia (UTM).
Wan Daud, demikian ia akrab dipanggil menilai saat ini tidak ada ruang pendidikan di dunia yang tidak bersentuhan dengan agenda Yahudi.
Menurutnya, teori-teori pluralisme dan gagasan rekonstruksi ajaran agama adalah bukti jelas misi-misi Yahudi dalam pendidikan.
"Akhirnya banyak orang mahir bermain dengan akal pikirannya tapi mereka kehilangan ilmu tentang keberadaan Tuhan yang sebenarnya," jelasnya dalam diskusi "Konsep Pendidikan Tinggi Ideal dalam Islam" di Islamic Center AQL Tebet, Jakarta, Rabu (19/02/2013) kemarin.
Bagi Wan Daud, sangat penting untuk meluruskan kembali cara berpikir masyarakat tentang pendidikan. Ia menjelaskan konsep modernisasi yang membuat pendidikan terfokus pada target-target lapangan pekerjaan adalah tidak tepat.
Jika pendidikan hanya terfokus pada tanggung jawab materialisme wajarlah banyak orang pintar justru menjadi koruptor. Ia menambahkan, pada dasarnya kebutuhan orang akan status sarjana bukanlah tujuan dari pendidikan itu sendiri.
"Inilah kesalahan ketika pendidikan agama hanya menjadi sebuah kebutuhan rekreasi spiritual semata," tambahnya.
Dari situ, kata Wan Daud, perlu ada perubahan cara berpikir masyarakat terhadap pendidikan agama. Selama ini ia melihat, jurusan-jurusan seperti ekonomi, politik, biologi dan pendidikan umumnya dinilai lebih bergengsi dibandingkan fakultas agama seperti syariah dan tarbiyah.
Padahal menurutnya, sosok-sosok ilmuwan Islam seperti Ibnu Batutah, Al Khawarijmi, Ibnu Sina dan penemu-penemu dasar ilmu pengetahuan lainnya berangkat dari dasar ilmu agama yang kuat.
"Itulah kenapa pendidikan pertama yang harus kita tanamkan pada anak-anak kita justru pendidikan agama bukan yang lain," tambahnya lagi.*